Author:
DAFFA TSANY SEMBODO 11118617
DENNIS FERDIAN 11118749
MUHAMMAD CHALIF CHAIDIR 14118521
QABILIE AUZA’IE M ASAS 15118684
RADEN RAECHAN SHEFA ADITYA 15118728
A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi memberikan pengaruh terhadap kehidupan manusia. Revolusi industri pertama berlangsung pada tahun 1784-1870 dengan diciptakan teknologi mesin uap dan tenaga air di Eropa. Perkembangan pabrik-pabrik dengan mesin baru membuat perubahan perekonomian di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi. Perkembangan ini juga berdampak pada budaya yang bergerak secara cepat dan menjadi catatan sejarah peradaban. Menurut Hobsbawm (2017), perkembangan demografi juga mempengaruhi permintaan barang produksi sehingga mulai munculnya pengaturan upah, pembagian tanggung jawab, pengaturan waktu kerja dan tingkat urbanisasi yang tinggi.
Pada awal tahun 1900, ditemukan listrik yang merupakan awal dimulainya revolusi industri kedua. Pada era ini perkembangan manufaktur digerakkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik untuk produksi barang secara massal atau dalam jumlah banyak. Revolusi ini mulai berkembang di berbagai dunia, tidak hanya di Eropa, tetapi sudah merambat ke Amerika Serikat dan Jepang yang pada saat itu mengembangkan industri perkeretaapian, logam dan kimia.
Pada tahun 1969, mulai era industri ketiga yaitu ditandai dengan perkembangan industri menggunakan elektronik dan internet sebagai bagian otomatisasi pabrik. Revolusi ini juga ditandai dengan berkembangnya kegiatan penelitian dan pengembangan terutama untuk komputer, chips dan internet. Perkembangan bidang manufaktur, elektronik, dan TI sudah mulai mengotomatisasikan seluruh kegiatan perencanaan dan kontrol. Munculah istilah Advanced Manufacturing Technologies (AMT) pada tahun 1980, diantaranya mengarah pada teknologi sebagai manufaktur terintegrasi komputer (Computer Integrated Manufacturing - CIM), desain berbantuan komputer (Computer Aided Design - CAD), manufaktur berbantuan komputer (Computer Aided Manufacturing - CAM), dan sistem manufaktur fleksibel (Flexible Manufacturing System - FMS). Menurut Goldhar dan Jelinek (2017), tujuan industri pada era ini adalah untuk menghadirkan fleksibilitas, siklus produksi yang lebih pendek, produk yang lebih disesuaikan, respons yang lebih cepat, kontrol yang lebih baik, dan akurasi proses.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat pada awal abad 20, menciptakan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh manusia tetapi menggunakan sistem otomatisasi berbasis komputer atau Programmable Logic Controller (PLC). Perkembangan ini dikenal dengan revolusi industri 4.0. Dengan adanya teknologi tersebut, dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan jumlah produk. Selain itu, revolusi ini ditandai dengan adanya teknologi kamera yang terintegrasi dengan mobile phone.
B. Industri 4.0
Industri 4.0 lahir di Jerman saat hannover fair 2011. Bertujuan untuk mempertahankan Jerman terdepan di dunia manufaktur Berbagai istilah revolusi ini di berbagai negara seperti fourth industrial revolution, connected enterprise, smart factories. Walaupun memiliki banyak istilah tapi tujuannya sama yaitu meningkatkan daya saing industri dalam menghadapi perubahan global yang sangat dinamis. Tetapi di Indonesia dikenal dengan istilah Making Indonesia 4.0
Industri 4.0 menggambarkan peningkatan digitalisasi dan otomatisasi di lingkungan manufaktur, serta menciptakan rantai digital yang memungkinkan komunikasi antara produk lingkungan mereka dan mitra bisnis.
Paradigma revolusi 4.0 ditandai dengan munculkan dengan perpaduan antara fisik, digital, dan biologi. kecerdasan buatan, robotika internet of things, kendaraan otonom, pencetakan 3d, nanoteknologi, bioteknologi ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum merupakan teknologi yang lahir dan berkembang pada revolusi industri 4.0 ini. Industri 4.0 ini mencakup perubahan sosial, terkait pekerjaan khususnya bidang industri dan teknologi. Revolusi industri 4.0 memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas dan telah mempengaruhi semua ilmu, ekonomi industri dan pemerintah.
· 9 pilar industri 4.0 (gelbert dkk, 2015)
1. Big data dan analitis
2. Autonomous robots
3. Simulation
4. Horizontal and vertical system integration
5. Internet of things
6. Cybersecurity
7. Cloud
8. Additive manufacturing
9. Augmented reality
Pada revolusi industri 4.0 semua komponen akan diubah menjadi lebih cerdas, sehingga memungkinkan mengelola proses produksi secara realtime tanpa jarak dan kemampuan untuk mengkustomisasi produk. Ini memungkinkan menghadirkan produk sesuai dengan keperluan pelanggan dengan biaya lebih rendah, kualitas tinggi, dan tingkat efisiensi yang tinggi.
Industri 4.0 membuat semua produk, proses dan prosedur menjadi lebih cerdas membuat konektivitas terjadi dimana-mana. Inti dari visi industri 4.0 adalah Iot dan layanan internet yang berarti konektivitas terjadi pada manusia, benda, dan mesin terjadi dimana-mana.
Revolusi industri 4.0 didasari oleh data, data tersebut dikumpulkan dan dianalisis, dan digunakan untuk mengambil keputusan. Revolusi industri 4.0 ini menciptakan integrasi horizontal, integrasi vertikal dan meningkatkan akselerasi melalui exponen technologies. Pendekatan ini menimbulkan bisnis proses yang baru. Integrasi akan mempunyai standarisasi, infrastruktur yang komprehensif, keamanan dan privasi, organisasi kerja dan desain(karyawan lebih terlibat dan maju lebih baik) dan penggunaan sumber daya yang lebih efektif.
· 3 perbedaan revolusi 4.0 dengan revolusi sebelumnya (tjandrawinata, 2016):
1. Inovasi dikembangkan dan menyebar lebih cepat dari sebelumnya
2. Penurunan biaya produksi
3. Berpengaruh besar hampir seluruh dunia
C. Dampak Umum Industri 4.0
Perubahan pada satu bidang dapat berpengaruh terhadap perubahan pada bidang lain yang saling berkaitan. Hal ini membuat industri 4.0 membawa dampak berantai terhadap semua bidang.
Industri 4.0 diwakili oleh pertumbuhan tinggi dalam platform yang memungkinkan teknologi telah mengganggu struktur industri yang ada dan menciptakan cara-cara baru dalam mengonsumsi barang melalui kombinasi permintaan dan penawaran.
Industri 4.0 akan potensial meningkatkan produktivitas dan daya saing (productivity and competitiveness), meningkatkan efisiensi energi dan sumber daya, dan secara bersamaan juga melindungi kondisi lingkungan. Pada era ini, ekonomi industri akan memungkinkan produk-produknya untuk di-reused, remanufactured, dan recycled. Kemudian, terdapat keuntungan lain dari implementasi industri 4.0, yaitu:
1) Mempersingkat masa pemasaran produk baru.
2) Meningkatkan respon dari pelanggan.
3) Peluang untuk mengustomisasi produk tanpa adanya peningkatan biaya produksi.
4) Lingkungan kerja yang lebih nyaman dan fleksibel.
5) Lebih efisien dalam penggunaan energi dan sumber daya.
Menyikapi era industri 4.0, Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartanto mengatakan revolusi industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa dalam merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Kementrian Perindustrian telah menetapkan 4 langkah strategis dalam menghadap industri 4.0, yaitu:
1) Mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, terutama dalam menggunakan teknologi IoT.
2) Pemanfaatan teknolgoi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-smart IKM.
3) Pemanfaatan tenologi digital yang lebih optimal dalam perindustrian nasional.
4) Mendorong inovasi teknologi melalui pengembangan start-up dengan memfasilitasi inkubasi bisnis agar lebih banyak wirausaha berbasis teknologi di Indonesia.
Akan tetapi, Kligenberg (2017) mengatakan konsekuensi industri 4.0 pada pekerjaan, penciptaan dan distribusi kekayaan, belum sepenuhnya dipahami, namun ada kekhawatiran yaitu akan berdampak pada pekerjaan di negara-negara berkembang.
Prof. Magnus P. Karlsson (Royal Institute of Technology, Stockholm, Sweden.) mengsatakan bahwa industri 4.0, termasuk gelombang otomatisasi berikutnya, akan sangat transofrmatif dan meguraikan tiga kelompok tantangan:
· Kesadaran dan Kesiapan (Awareness and Readiness)
Ketidakpastian adalah faktor kunci – ada kebutuhan untuk eksperimen dan pembelajaran – dan bahkan tidak belajar.
· Eksplosi Data (Explotion of Data)
Membangun ekosistem digital akan membutuhkan konektivitas tanpa batas, berbagi data, dan standar yang disepakati untuk pertukaran data dan komponen yang merupakan bagian dari sistem. Ketika data mulai menumpuk dan dibagikan, masalah lain datang ke permukaan, seperti keamanan data dan privasi.
· Transformasi Tenaga Kerja (Workforce Transformation)
Pergeseran dalam pekerjaan akan terjadi secara bertahap tetapi mendalam. Tenaga kerja digital seperti penggunaan drone pintar, robot, dan bantuan cerdas akan memasuki dunia kerja.
Sistem bantuan pintar membebaskan pekerjaan dari keharusan melakukan tugas rutin, memungkinkan mereka untuk fkus pada kegiatan yang kreatif dan benilai tambah. Sementara itu Moraes (2017) menyebutkan Industri 4.0 memungkinkan peningkatan produktivitas dan efisiensi sumber daya secara berkelanjutan di seluruh jaringan nilai (value chain). Ini memungkinkan pekerjaan diatur sedemikian rupa sehingga memperhitungkan perubahan demografis dan faktor sosial.
Pertumbuhan dalam industri 4.0 juga menyoroti salah satu tantangan umum yang ditimbulkan oleh pertumbuhan pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi: privasi. Pembagian/penyebaran dan pelacakan informasi, hilangnya kendali atas data, dan pengungkapan informasi tentang kehidupan pribadi konsisten dengan konektivitass baru (Anderson % Mattsson, 2015). Dengan demikian, salah satu tantangan paling penting bagi pemerintah, pembuat kebijakan, dan masyarakat adalah bagaimana menggeser budaya industri dan masyarakat untuk mengatasi serangkaian gangguan teknologi yang terkait dengan era industri baru ini.
Brynjolfsson dan McAfee dalam Mohrar, Arman dan Mousa (2017) menekankan bahwa, untuk mengambil keuntungan dari peluang yang diberikan oleh revolusi industri baru, penting untuk mengenali dampaknya terhadap seluruh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus mempertimbangkan inovasi sosial bersamaan dengan revolusi teknologi.
D. Kompetensi SDM Dalam Mengahadapi Industri 4.0
Perubahan proses industri di era industri 4.0 mempengaruhi sisi kehidupan manusia diantaranya yaitu sisi ekonomi, sosial, budaya dan politik. Adanya perubahan proses industri yang menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi yang modern tanpa mengenal jarak, real time, menggunakan analisis big data dalam proses produksi membuat produksi berjalan efisien. Industri 4.0 akan mengkombinasikan analitik data besar (big data) dan kapasitas penyimpanan komputasi awan (cloud). Disisi lain beberapa pekerjaan yang sebelumnya ditangani oleh manusia akan digantikan oleh mesin otomatis yang cerdas dan tenaga robot yang telah diprogram. Kergroach (2017) menyatakan otomatisasi tidak lagi terbatas pada tugas-tugas fisik atau manual, tugas-tugas kotor, berbahaya, atau membosankan, tetapi dapat membahayakan banyak pekerjaan intelektual, kognitif, atau kerah putih analitik yang mencakup beberapa tugas rutin, mulai dengan transportasi, dukungan kantor , atau layanan konsumen . Kemudian akan terjadi efisiensi (low cost production) di seluruh lini produksi dan produktivitas akan meningkat dibanding sebelumnya.
Industri 4.0 membuat kemajuan industri dan perusahaan di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia. Negara lain disekitarnya akan mengalami hal tersebut karena dengan adanya globalisasi informasi tanpa batas dan teknologi telekomunikasi tanpa batas. Dari adanya kemajuan teknologi industri ini membuat setiap negara dan perusahaan berlomba memenangkan persaingan dengan meningkatan daya saing (competetive advantage) dan meraih keuntungan. Menurut Mello dan Haryono (2018) terdapat tiga dampak bagi organisasi untuk merespon perubahan teknologi baru, yaitu: (1) perlunya meningkatkan skills dan work habits pegawai, (2) tersingkirnya jabatan tingkat rendah dan level manajerial, (3) hirarki berkurang, lebih berorientasi pada kerjasama atau kolaborasi (4) Kehidupan pekerja pada era industri 4.0 didominasi oleh self-directed striving for personally valued career outcomes (Hirschi dkk. dan Haryono, 2018). Bella (2018) mengatakan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi poin penting untuk mendorong suatu negara berevolusi ke generasi industri selanjutnya. Haryono (2018) mengatakan dalam menghadapi revolusi industri 4.0, ada tiga hal yang berkaitan dengan SDM yang perlu diperhatikan semua pihak yaitu kualitas, masalah kuantitas dan masalah distribusi SDM berkualitas yang masih belum merata.
Dalam perkembangan industri 4.0 dibutuhkan peranan SDM yang handal dan kualifikasi kompetensi SDM yang terlibat di dalam proses industri itu harus dapat mengimbangi atau mengikuti proses tersebut. Kompetensi SDM merupakan karakteristik dasar perilaku individu yang berhubungan dengan kriteria acuan efektif dan atau kinerja unggul di dalam pekerjaan atau situasi. Dibutuhkannya kualifikasi kompetensi SDM berkaitan dengan seberapa jauh sebuah perusahaan (pabrik) atau organisasi mengimplementasikan fitur-fitur industri 4.0 tersebut dalam operasionalnya. Maresova dkk. (2018) menyatakan kompetensi utama yang relevan di masa depan adalah kompetensi yang berkaitan dengan IT, perangkat lunak (software), program aplikasi, dan sistem otomatis. Kompetensi ini jupa melibatkan keterampilan yang berorientasi pengguna akan keperluan, keterampilan komunikasi, keterampilan sosial, keterampilan organisasi, kerja tim, pekerjaan proyek, kesadaran antar budaya dan keterampilan bahasa.
Kergroach (2017) menyatakan pekerjaan baru dalam era industri 4.0 akan membutuhkan kompetensi dan keterampilan baru. Perpaduan keterampilan yang diperlukan untuk tampil dalam masyarakat modern telah menjadi semakin kompleks dan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan kerja. Perusahaan akan membangun sumber daya manusia dengan keterampilan baru, menerapkan perubahan organisasi dan mengadopsi praktik manajemen baru. Menurut Haryono (2018) untuk menjawab tantangan era revolusi industri 4.0 tidak cukup hanya dengan literasi manusia lama, yang hanya mendasarkan pada kemampuan membaca, menulis dan menghitung. Dalam industri 4.0, modal dasar SDM yang harus dimiliki adalah keterampilan yaitu kepemimpinan (leadership) dan bekerja dalam team (teamwork), kelincahan dan kematangan budaya (cultural agility), dengan latar belakang budaya yang berbeda tetap bisa bekerjasama, dan entreprenurship (termasuk sociopreneurship).
Menurut Aoun dan Haryono (2018) untuk mendapatkan SDM yang kompetitif dalam industri 4.0, kurikulum pendidikan harus dirancang agar out put-nya mampu menguasi literasi baru, yaitu literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia, humanities, komunikasi dan desain. Berikut tabel karakteristik kompetensi yang dibutuhkan dalam era industri 4.0 dari beberapa pustaka :
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan menyatakan, bahwa dimasa industry 4.0 akan ada 3 elemen kompetensi yang sangat berperan bagi SDM untuk dapat bersaing di era industri 4.0 seperti pada gambar berikut ini :
Menurut Gray (2016) , World Economic Forum menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 akan ada 10 keterampilan yang utama dalam era industri 4.0 seperti pada gambar berikut ini :
E. Penutup
Era Industri 4.0 ini membawa perubahan di berbagai sektor industri dan menjadi salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi yang dikembangkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Industri 4.0 akan mempengaruhi proses produksi diberbagai manufaktur. Dan juga pada Industri 4.0 ini, keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) tetap akan menjadi sangat krusial. Keterampilan (Skill) dan pengetahuan (Knowledge) dasar SDM tentang proses produksi dalam berbagai fitur-fitur transformasi di dalam Industri 4.0.